Rabu, 27 November 2013

terbuang

"Sampah!!" Ucapnya tegas diwajahku

   Seharusnya aku sadar aku tak pantas diperlakukan seperti ini oleh dia, berulang kali dia mengucapkan kata kasar kepadaku entah kenapa aku tak berani untuk melawannya.

"Kamu tau kamu itu melebihi dari sampah!" Tegasnya.

"Maafkan aku" jawabku sambil merangkul kedua tangannya

"Lepaskan" hempasnya "aku tak butuh maafmu" 

"Siapa aku dimatamu?" Tanyaku sedikit tegas

"Sampah!" Jawabnya dengan singkat

"Berarti ku tak penting untukmu" 

"Benar tak penting seharusnya kamu pergi dari kehidupanku"

"Dari dulu aku memang ingin pergi dari kehidupanmu, tapi kamu menghalangi langkahku"

"Itu dulu sekarang beda, kamu seperti sampah bagiku sekarang"

    Diam. Air mataku mulai menetes dan membahasi pipi semakin aku menatap wajahnya semakin tak rela aku meninggalkannya derai air mata kini mengalir entah kenapa perasaan ini semakin menjeritku.

"Seharusnya kamu sadar aku bukan terbaik untukmu" lanjut dia lagi "kamu hanya bisa menangis? Aku menyesal mempunyai pacar sepertimu. Cengeng!" 

"Jika dari awal aku tau endingnya seperti ini aku tak pernah menerima cintamu, kamu menyesal? Baiklah carilah yang lain agar kamu tidak menyesal"

"Baik jika itu maumu aku akan mencari yang lain"

"Itu bukan mauku tapi itu mau kamu, kamu memang lelaki yang selalu mencari kesalahan wanita. Padahal kamu memang salah dari awal"

"Kamu menuduhku? Wanita sampah!"

"Aku tau semua, padahal kamu bermain belakang kamu selingkuh dengan wanita lain tapi apa? Aku tetap kuat, kamu marah aku tetap diam, kamu susah aku tetap disampingmu apakah pengorbananku cukup kurang untukmu? Perlukah ku serahkan raga ini untukmu? Wanita mana yang ingin bertahan dengan lelaki yang sering mengatakannya "SAMPAH"! Aku tak pernah lelah aku tak pernah jenuh karna kamu bagiku semangat hidupku, entah apakah aku yang bodoh masih saja mengharapkanmu padahal kamu enggan untuk bersamaku lagi"

"Lalu mau kamu apa?"

"Putus!" 

"Ini caramu menyakitiku? Kita bina lagi maafkan aku" tatapnya kepadaku

"Maafkan aku setiap memiliki titik kesabaran dan titik lelah, aku sudah muak dengan semua ini aku sudah muak dengan sandiwaramu, kamu pintar berdrama tapi kamu tidak pintar menghadapi karma!" Cetus ku 

"Kenapa kamu menghakimi aku?" 

"Seharusnya kamu sadar aku disini untukmu bukan untuk mendengar caci makimu aku bukan plampiasan untukmu!"

    Aku meninggalkanya aku berlari jauh darinya aku liat dia masih duduk termenung, bagiku sudahlah aku memulai kehidupan baruku menutup kenangan pahit ini biarlah waktu yang menjawab aku yakin ketika kita sudah diambang lelah maka itu hal yang paling tepat untuk mengakhirinya.